Tempat Berbelanja Oleh-oleh Khas Karesidenan Madiun ( Ngawi - Ponorogo - Pacitan - Madiun - Magetan)

Monday, May 31, 2010

Gelang Kayu

Gelang Kayu
Rp.7.500.,-
Code WAE004

Gantungan Kunci Piala Dunia

Gantungan Kunci Piala Dunia 2010 Afrika Selatan
Portugal
  • Harga Rp.2.500,-
  • Code WAE003

BRAZIL

  • Harga Rp.2.500,-
  • Code WAE003

Friday, May 28, 2010

Thursday, May 27, 2010

T-Shirt Alumni SMK N 3 Kimia Madiun

Photobucket
  1. Bahan Cotton Combed 20s
  2. Jahit Rantai
  3. Sablon Rubber
  4. Ukuran S, M, L,
  5. Harga Rp.60.000,-
  6. Kode WAE001

Karesidenan

Karesidenan adalah sebuah pembagian administratif dalam sebuah provinsi di Hindia Belanda dan kemudian Indonesia hingga tahun 1950-an. Sebuah karesidenan terdiri atas beberapa afdeeling (kabupaten). Tidak di semua provinsi di Indonesia pernah ada karesidenan. Hanya di pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Bali, Lombok dan Sulawesi saja. Biasanya ini daerah-daerah yang penduduknya banyak.

Kata karesidenan berasal dari Bahasa Belanda Residentie. Sebuah karesidenan dikepalai oleh residen, yang berasal dari Bahasa Belanda Resident.

Semenjak krisis pada tahun 1950-an, sudah tidak ada karesidenan lagi dan yang muncul faktor kekuasaannya adalah kabupaten. Karesidenan kemudian dikenal dengan istilah "Pembantu Gubernur" (istilah ini sekarang tidak digunakan lagi). Namun demikian, sebutan "eks-karesidenan" masih dipakai secara informal.

Sebuah sisa pemakaian karesidenan adalah tanda kendaraan bermotor (pelat nomor). Pembagiannya, terutama di pulau Jawa masih banyak berdasarkan karesidenan.

Kecamatan Kota Madiun

Ada 3 Kecamatan di Kota Madiun:
  1. Kartoharjo
  2. Manguharjo
  3. Taman

Lambang Kota Madiun

Lambang Daerah Kota Madiun

LogoPemkot

Arti Lambang Pemerintah Kota Madiun

MAKNA LAMBANG

  1. Perisai sebagai dasar lambang, dasar warna hijau tua, bermakna sebagai penjagaan dan perlindungan, dalam arti luas ialah pembinaan, keselamatan dan kesejahteraan penduduk dan pemerintah.
  2. Dua gunung dan sungai warna biru dan putih, langit cerah warna kuning serta tanah subur warna hijau muda, bermakna letak Kota Madiun di daerah yang subur, diatara Gunung Lawu dan Wilis dimana mengalir Bengawan Madiun.
  3. Fondamen terdiri atas 5 batu utama warna merah, bermakna dasar Pemerintah Daerah yang Demokratis bersendi Pancasila.
  4. Tugu warna putih, bermakna persatuan dan pengabdian yang dijiwai semangat Proklamasi 17 Agustus 1945
  5. Keris Pusaka Tundung Madiun warna hitam, bermakna kejayaan, kepribadian da sebagai penolak bahaya.
  6. Padi dan Kapas warna kuning emas, setangkai padi terdiri atas 17 butir, setangkai kapas terdiri atas 8 bunga dan sembilan daun bermakna kemakmuran dan kesejahteraan sesuai denga cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945.

MAKNA WARNA PADA GAMBAR

  1. Hijau-tua dan hijau-muda berarti kesuburan, kemakmuran dan kesejahteraan.
  2. Kuning dan kuning emas berarti kebesaran dan kejayaan.
  3. Biru berarti ketentraman dan kesetiaan.
  4. Putih berarti kesucian
  5. Merah berarti keberanian
  6. Hitam berarti keabadian

Arti/Makna keseluruhan lambang daerah Kota Madiun adalah pemerintah daerah yang demokratis dengan penuh kesetiaan, keberanian dan kesucian, sebagai pelindung rakyat, mengabdi dan berjuang atas dasar jiwa proklamasi 17 Agustus 1945 menuju terciptanya masyarakat adil makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila.


Sejarah Kota Madiun

Berdirinya Pemerintah Kota Madiun seperti halnya Pemerintah Kota di Indonesia ini, selalu tidak terlapas dari sejarah berdirinya Pemerintahan Kabupaten/Kerajaan yang ada sebelumnya.
Demikian juga dengan Pemerintahan Kota Madiun yang dapat dipelajari dari sisa peningggalan sejarah, baik berupa barang, adat istiadat maupun lembaga-lembaga. Di wilayah Kota Madiun terdapat 2 (dua) kelurahan yang dahulu kala pada masa Pemerintahan Kesultanan Mataram kedua Kelurahan tersebut berstatus Tanah Perdikan yang bebas mengurus rumah tangganya sendiri, yaitu Tanah Perdikan Taman dan Kuncen.
Jauh sebelum pada masa akhir pemerintahan Majapahit di wilayah Madiun selatan terdapat Kerajaan/Pemerintahan Gegelang yang didirikan oleh Pangeran Adipati Gugur, Putra Brawijaya terakhir.
Selanjutnya dengan pertimbangan geografis dan ekonomis, pusat pemerintahan bergeser ke utara di pinggir bengawan Madiun, yang dinamakan Kutho Miring di wilayah Kelurahan Demangan sekarang dan kemudian pindah lagi ke Kompleks Rumah Dinas Bupati Madiun sekarang ini.
Pada masa pemerintahan Kutho Miring tersebut, di wilayah Kabupaten Sawo Ponorogo terdapat pemberontakan kepada kerajaan Mataram. Akhirnya Bupati Madiun yang merupakan Bupati Mancanegara Timur (dengan Gelar RONGGO) yang wilayah kerjanya juga meliputi daerah Sawo Ponorogo, diberi tugas untuk memadamkan pemberontakan tersebut.
Pada masa kepemimpinan RONGGO ke II yang bergelar RONGGO PRAWIRODIRDJO inilah lahir Pahlawan Nasional Putra Madiun yang bertugas sebagai Senopati Perang Pangeran Diponegoro yang bernama ALI BASAH SENTOT PRAWIRODIRDJO.
Sebelum meletus Perang Diponegoro, Madiun belum pernah dijamah oleh orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Namun dengan berakhirnya Perang Diponegoro, Belanda menjadi tahu potensi daerah Madiun dan terhitung mulai tanggal 1 Januari 1832 Madiun secara resmi dikuasai oleh Pemerintah Hindia Belanda dan dibentuklah suatu Tatanan Pemerintahan yang berstatus KARESIDENAN dengan ibukota di Desa Kartoharjo (tempat istana Patih Kartoharjo) yang berdekatan dengan Istana Kabupaten Madiun di Desa Pangongangan.
Sejak saat itu mulailah berdatangan bangsa Belanda dan Eropa lain yang berprofesi dalam bidang perkebunan dan perindustrian yang akibatnya muncul berbagai perkebunan teh di Jamus dan Dungus, Kopi di Kandanga dan tembakau di Pilangkenceng dan lain-lain dan mereka bermukim di dalam kota di sekitar Istana Residen Madiun.
Semua warga Belanda dan Eropa yang bermukim di Kota Madiun, karena statusnya yang merasa superior, berusaha untuk melaksanakan segregasi (pemisahan) social, berdasarkan perundang-undangan Inlandsche Gementee Ordonantie, oleh Departemen Binnenlandsch, dibentuk Staads Gementee Madiun atau Kota Praja Madiun berdasarkan Peraturan Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 20 Juni 1918 dengan berdasarkan staatsblaad tahun 1918 nomor 326.
Pada awalnya Walikota (Burgemeester)nya dirangkap oleh Asister Residen merangkap sebagai Voor Setter, yang pertama Ir.W.M. Ingenlijf yang selanjutnya diganti oleh De Maand hingga tahun 1927.

Sekilas Mengenai Kota Madiun

sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini terletak 169 km sebelah Barat Kota Surabaya, atau 114 km sebelah Timur Kota Surakarta. Di Kota ini terdapat pusat industri kereta api (INKA). Madiun dikenal memiliki Lapangan Terbang Iswahyudi, yakni salah satu pangkalan utama AURI, meski sebenarnya terletak di Kabupaten Magetan. Madiun memiliki julukan Kota Gadis,Kota Brem,Kota Sepur,Kota Pecel,Kota Budaya,dan lainnya

Saturday, May 22, 2010

Madu Mongso

Bahan :
  • 1500ml santan dari 2 butir kelapa
  • 300gr gula merah
  • 100gr gula pasir
  • 6 lbr daun pandan, simpulkan
  • 1 kg tape ketan hitam

Cara membuat:
  1. Didihkan santan, gula merah, gula pasir, dan daun pandan, aduk rata hingga kental dan berminyak.
  2. Masukkan tape ketan, aduk rata, masak dgn api kecil hingga kering dan tidak melekat ditangan.
  3. Angkat, dinginkan.
  4. Ambil 1 ½ sdm adonan, bungkus dengan kertas minyak warna-warni. Sajikan

Wedang Cemue Ngawi

Bahan:
  • 500 ml santan encer
  • 3 helai roti tawar, potong persegi
  • Kacang bawang ato klici
  • 1 bawang merah iris halus
  • 5 cm jahe digeprak
  • 3 sdm gula pasir (bisa ditambah menurut selera)
  • Vanili
  • Kayu manis (bisa juga memakai daun pandan)
  • Garam

Cara membuat:
  1. Didihkan santan
  2. Masukkan bawang merah, jahe, kayu manis, gula garam, vanili, garam
  3. Biarkan sampai beberapa saat hingga tercium aroma2
Cara menyajikan:
tuang ke mangkok/gelas, lalu masukkan potongan roti tawar dan kacang bawang.

Tiwul Pacitan

Bahan Tiwul :
  • 300 gr tepung gaplek atau tepung tapioka (tepung cassava)
  • 70 ml air
  • 2 lbr daun pandan
  • 100 gr gula merah, sisir

Taburan :
  • 1/4 btr kelapa muda parut panjang
  • 1 lbr daun pandan
  • 1/4 sdt garam

Cara membuat Tiwul :
  1. Taruh tepung gaplek di atas tampah, perciki dengan air sambil diaduk-aduk hingga adonan berbutir seperti pasir, sisihkan.
  2. Masukkan adonan ke dalam dandang yang telah dipanaskan dan dialasi daun pisang, taruh gula merah sisir secara acak, kukus hingga 60 menit, angkat.
  3. Kukus pula kelapa parut dengan daun pandan dan garam selama 15 menit, angkat.
  4. Sajikan tiwul bersama kelapa parut.

Tepo Tahu Ngawi

Bahan:
  1. Tahu potong2 dadu (dibumbuin bawang putih ma garam)
  2. Telor
  3. Kecambah di rebus
  4. Daun seledri iris halus
  5. Kacang goreng
  6. Daun bawang (optional)
  7. Kerupuk
  8. Tepo/lontong potong2

Bahan kuah:
  1. Bawang putih
  2. Cabe rawit
  3. Kecap manis
  4. Air matang

Cara Membuat:
  1. Tahu bisa digoreng bareng ma kocokan telor yang ditambah irisan daun bawang; ato digoreng tersendiri, telornya diceplok
  2. Haluskan bawang putih yang sudah digoreng sebentar dan cabe rawit; tambahkan kecap dan air secukupnya.
  3. Penyajiannya: taruh tepo/lontong, diatasnya ditaruh gorengan tahu lalu kecambah yang sudah dicampur dengan irisan daun seledri.
  4. Siramkan kuahnya, taburkan kacang goreng dan remetan kerupuk.

Nasi Pecel Madiun

Nasi putih dan pelengkapnya: pecel, kerupuk lempeng, tempe bacem

Bahan :
75 gr taoge, rebus
100 gr kol, iris tipis, rebus
150 gr papaya muda, serut kasar, rebus
50 ge kenikir, rebus
50 gr bayam, rebus
5 bh bunga turi, rebus
50 gr petai cina
1 ikat daun kemangi, ambil daunnya
250 ml air matang

Bahan Kuah Pecel :
100 gr kacang tanah, goreng matang
2 bh cabai merah rebus
3 bh cabai rawit rebus
5 cm kencur
3 lbr daun jeruk purut
½ sdt terasi goreng
1 sdt gula merah
½ sdt garam
1 sdt asam jawa

Cara membuat :
  1. Haluskan bahan kuah pecel, tambahkan air matang, aduk rata.
  2. Tata nasi di atas piring. Susun sayuran rebus, siram dengan kuah pecel, taburkan petai cina di atasnya.
  3. Sajikan dengan tempe bacem, taburan daun kemangi dan kerupuk lempeng.

Bahan Kaos

1. COTTON
ada 2 macam berdasarkan spesifikasi benang:

A. COTTON COMBED:
  • Serat benang lebih halus.
  • Hasil Rajutan dan penampilan lebih rata.
B. COTTON CARDED:
  • Serat benang kurang halus.
  • Hasil rajutan dan penampilan bahan kurang rata.
Sifat kedua jenis bahan tersebut bisa menyerap keringat dan tidak panas, karena bahan baku dasarnya adalah serat kapas.

2. TC (TETERTON COTTON)
Jenis bahan ini adalah campuran dari Cotton Combed 35 % dan Polyester (Teteron) 65%. Dibanding bahan Cotton, bahan TC kurang bisa menyerap keringat dan agak panas di badan. Kelebihannya jenis bahan TC lebih tahan ’shrinkage’ (tidak susut atau melar) meskipun sudah dicuci berkali-kali.

3. CVC ( COTTON VISCOSE)
Jenis bahan ini adalah campuran dari 55% Cotton Combed dan 45% Viscose. Kelebihan dari bahan ini adalah tingkat shrinkage-nya (susut pola) lebih kecil dari bahan Cotton. Jenis bahan ini juga bersifat menyerap keringat.

4. POLYESTER dan PE
Jenis bahan ini terbuat dari serat sintetis atau buatan dari hasil minyak bumi untuk dibuat bahan berupa serat fiber poly dan yang untuk produk plastik berupa biji plastik. Karena sifat bahan dasarnya, maka jenis bahan ini tidak bisa menyerap keringat dan panas dipakainya.

:: Jenis Benang ::
Pentingnya mengetahui tentang benang atas bahan kaos yang kita kehendaki adalah berkaitan dengan ketebalan atau gramasi bahan kaos itu sendiri.

1. BENANG 20S
Biasanya dipakai apabila kita menghendaki ketebalan atau gramasi bahan kaos atara 180 sampai dengan 220 Gram/Meter persegi untuk jenis rajutan Single Knitt.

2. BENANG 24S
Biasa dipakai apabila kita menghendaki ketebalan atau gramasi bahan kaos antara 170 sampai dengan 210 Gram / meter persegi untuk jenis rajutan Single Knitt.

3. BENANG 30S
Biasa dipakai apabila kita menghendaki ketebalan atau gramasi bahan kaos antara 140 sampai dengan 160 Gram / meter persegi untuk jenis rajutan Single Knitt atau Gramasi 210 sampai dengan 230 Gram / meter persegi untuk jenis rajutan Double Knitt.

4. BENANG 40 S
Biasa dipakai apabila kita menghendaki ketebalan atau gramasi bahan kaos antara 110 sampai dengan 120 Gram / meter persegi untuk jenis rajutan Single Knitt atau Gramasi 180 sampai dengan 200 Gram / meter persegi untuk jenis rajutan Double Knitt.

:: Jenis Rajutan ::
1. SINGLE KNITT (Contoh. Combed 20'S, S nya adalah single knitt)
  • Pengertian teknisnya adalah rajutan jarum single.
  • Penggunaan hanya satu permukaan atau tidak bisa dibolak-balik (2 permukaan).
  • Jenis rajutan rapat, bahan padat, kurang lentur (stratching).
  • Sebagian besar produk kaos yang ada di pasaran adalah memakai jenis rajutan Single Knitt.
2. DOUBLE KNITT (Contoh. Combed 20'D, D nya adalah double knitt)
  • Pengertian teknisnya adalah rajutan Jarum Double.
  • Sehingga penggunaannya bisa dibolak-balik (atas bawah tidak masalah).
  • Jenis rajutan tidak rapat, bahan kenyal, lembut, dan lentur.
  • Produk kaos yang biasa memakai rajutan jenis ini adalah pakaian untuk bayi (baby) dan anak-anak (Kid’s). Ada sebagian orang menyebut bahan ini dengan sebutan Interlock.
3. LACOSTE
  • Pengertian teknisnya adalah rajutan texture / corak.
  • Penggunaan tidak bisa dibolak-balik.
  • Jenis rajutan bertexture, bulat, kotak, atau menyerupai segitiga kecil-kecil.
  • Sebagian orang ada yang menyebut bahan ini Pique atau Cuti, dan hanya lazim digunakan untuk Polo Shirt atau Kaos Kerah.

4. STRIPER atau YARN DYE
  • Pengertian teknisnya adalah rajutan kombinasi benang warna (Yarn Dye).
  • Penggunaan tidak bisa di bolak-balik.
  • Jenisnya bisa Single Knitt maupun Double Knitt.
  • Finishing harus openset / belah.
  • Orang awam menyebut bahan ini dengan sebutan bahan salur / warna-warni. Biasa digunakan untuk produk kaos dewasa (Pria, Wanita, T-Shirt, maupun Polo Shirt).
5. DROP NEEDLE
  • Pengertian teknisnya adalah rajutan dengan variasi cabut jarum.
  • Penggunaannya bisa di bolak-balik.
  • Jenis rajutan texture garis lurus vertikal, lembut, dan lentur.
  • Produk kaos ini banyak digunakan untuk Rib Leher (T-Shirt), Ladies T-Shirt Body Fit, dan kaos singlet.

Friday, May 21, 2010

Project:


Kaos Karesidenan Madiun (Wirotaman T-Shirt)

Telaga Sarangan

Telaga Sarangan yang juga dikenal sebagai telaga pasir ini adalah sebuah telaga alami yang terletak di kaki Gunung Lawu, di Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Berjarak sekitar 16 kilometer arah barat kota Magetan. Telaga ini luasnya sekitar 30 hektar dan berkedalaman 28 meter. Dengan suhu udara antara 18 hingga 25 derajat Celsius, Telaga Sarangan mampu menarik ratusan ribu pengunjung setiap tahunnya.

Telaga Sarangan merupakan obyek wisata andalan Magetan. Di sekeliling telaga terdapat dua hotel berbintang, 43 hotel kelas melati, dan 18 pondok wisata.Di samping puluhan kios cendera mata, pengunjung dapat pula menikmati indahnya Sarangan dengan berkuda mengitari telaga, atau mengendarai kapal cepat.Fasilitas obyek wisata lainnya pun tersedia, misalnya rumah makan, tempat bermain, pasar wisata, tempat parkir, sarana telepon umum, tempat ibadah, dan taman.

Keberadaan 19 rumah makan di sekitar telaga menjadikan para pengunjung memiliki banyak alternatif pilihan menu. Demikian pula keberadaan pedagang kaki lima yang menawarkan berbagai suvenir telah memberikan kemudahan kepada pengunjung untuk membeli oleh-oleh. Hidangan khas yang dijajakan di sekitar telaga adalah sate kelinci.

Magetan juga tertolong dengan adanya potensi industri kecil setempat yang mampu memproduksi kerajinan untuk suvenir, misalnya anyaman bambu, kerajinan kulit, dan produk makanan khas seperti emping melinjo dan lempeng (kerupuk dari nasi).

Telaga Sarangan juga memiliki layanan jasa sewa perahu dan becak air. Ada 51 perahu motor dan 13 becak air yang dapat digunakan untuk menjelajahi telaga.

Telaga Sarangan memiliki beberapa kalender event penting tahunan, yaitu labuh sesaji pada Jumat Pon bulan Ruwah, liburan sekolah di pertengahan tahun, Ledug Sura 1 Muharram, dan pesta kembang api di malam pergantian tahun.

Pemkab setempat tengah membuat proyek jalan tembus yang menghubungkan Telaga Sarangan dengan obyek wisata Tawangmangu di Kabupaten Karanganyar. Proyek pelebaran dan pelandaian jalan curam yang menghubungkan dua daerah tersebut diharapkan selesai tahun 2007.

Obyek wisata ini dapat ditempuh dari Kota Magetan; dan lokasinya tak jauh dengan Air Terjun Grojogan Sewu, Tawangmangu (Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah).

Pemkab Magetan juga ingin mengembangkan Waduk Poncol (sekitar 10 kilometer arah selatan Telaga Sarangan) sebagai obyek wisata alternatif.

Lokasi Wisata Kabupaten Magetan

  1. Telaga Sarangan
  2. Telaga Wahyu
  3. Candi Sadon
  4. Puncak Lawu
  5. Air Terjun Pundak Kiwo
  6. Air Terjun Tirtasari
  7. Sentra Perkebunan Pamelo
  8. Sentra Kerajinan Kulit Magetan
  9. Sentra Kerajinan Anyaman Bambu Ringin Agung
  10. Sentra Ayam Panggang Gandu
  11. Senta Industi Batik Sidomukti
  12. Argo Dumilah
  13. Taman Ria Maospati
  14. Manunggal
  15. Pemandian Dewi Sri
  16. Gerbang Kadipaten Purwodadi
  17. Cemorosewu
  18. Mojosemi Camping Ground

Makanan Khas Kabupaten Magetan

  1. Lempeng Beras
  2. Lempeng Ketan
  3. Emping Mlinjo
  4. Rengginan
  5. Rangin Kelapa

Sekilas Tentang Kabupaten Magetan

Kabupaten Magetan, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Magetan.Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Ngawi di utara, Kota Madiun dan Kabupaten Madiun di timur, Kabupaten Ponorogo, serta Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Wonogiri (keduanya termasuk provinsi Jawa Tengah).[rujukan?] Bandara Iswahyudi, salah satu pangkalan utama Angkatan Udara RI di kawasan Indonesia Timur, terletak di kecamatan Maospati.

Kabupaten Magetan terdiri atas 17 kecamatan, yang terdiri dari 208 desa dan 27 kelurahan.

Kabupaten Magetan dilintasi jalan raya utama Surabaya-Madiun-Yogyakarta dan jalur kereta api lintas selatan Pulau Jawa, namun jalur tersebut tidak melintasi ibukota Kabupaten Magetan. Satu-satunya stasiun yang berada di wilayah kabupaten Magetan adalah Stasiun Barat terletak di wilayah Kecamatan Barat.

Gunung Lawu (3.265 m) terdapat di bagian barat Kabupaten Magetan, yakni perbatasan dengan Jawa Tengah. Di daerah pegunungan ini terdapat Telaga Sarangan(1000 m dpl), salah satu tempat wisata andalan kabupaten ini, yang berada di jalur wisata Magetan-Sarangan-Tawangmangu-Karanganyar.

Magetan dikenal karena kerajinan kulit (untuk alas kaki dan tas), anyaman bambu, rengginan, dan produksi jeruk pamelo (jeruk bali)serta krupuk lempengnya yang terbuat dari nasi.


Dahlan Iskan, CEO Jawa Pos, berasal dari kecamatan TakeranKabupaten Magetan. Mantan Kepala LIPI, Prof. Dr. Samaun Samadikun, mantan ketua MPR Charis Suhud dan Dokter Sardjito Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, anggota DPRD Jawa Timur
A. Basuki Babussalamdan Agung Setiyo Wibowo, Duta Universitas Paramadina 2010 juga merupakan putra daerah ini.

Letak dan Batas Daerah
Kabupaten Magetan terletak di antara 7 38' 30" Lintang selatan dan 111 20' 30" Bujur Timur Batas fisik Kabupaten Magetan adalah:
  1. Utara : Kabupaten Ngawi
  2. Timur : Kabupaten Madiun
  3. Selatan : Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah)
  4. Barat : Kabupaten Karanganyar (Jawa Tengah)

Luas dan Pembagian Wilayah
Luas Kabupaten Magetan adalah 688,85 km²,yang terdiri dari 17 wilayah kecamatan, 208 desa, 27 kelurahan, 822 Dusun/Lingkungan, dan 4575 Rukun Tetangga.

Iklim dan Curah Hujan
Suhu udara berkisar antara 16 - 20 C di dataran tinggi dan antara 22 - 26 C di dataran rendah. Curah hujan rata-rata mencapai 2500 - 3000 mm di dataran tinggi dan di dataran rendah antara 1300 - 1600 mm.

Pembagian Tipe-tipe Wilayah
Dilihat dari tingkat kesuburan tanahnya, Kabupaten Magetan dapat dibagi dalam 6 tipologi wilayah:
  1. Tipe wilayah pegunungan, tanah pertanian subur : Kecamatan Plaosan
  2. Tipe wilayah pegunungan, tanah pertanian sedang : Kecamatan Panekan dan Kecamatan Poncol
  3. Tipe wilayah pegunungan, tanah pertanian kurang subur(kritis): sebagian Kecamatan Poncol, Kecamatan Parang, Kecamatan Lembeyan, dan sebagian Kecamatan Kawedanan
  4. Tipe wilayah dataran rendah, tanah pertanian subur : Kecamatan Barat, Kecamatan Kartoharjo, Kecamatan Karangrejo, Kecamatan Karas, Kecamatan takeran dan Kecamatan Kuntoronadi
  5. Tipe wilayah dataran rendah, tanah pertanian sedang: Kecamatan Maospati, sebagian Kecamatan Bendo, sebagian Kecamatan Kawedanan, sebagian Kecamatan Sukomoro, Kecamatan Ngariboyo, dan Kecamatan Magetan.
  6. Tipe wilayah dataran rendah, tanah pertanian kurang subur : sebagian Kecamatan Sukomoro dan sebagian Kecamatan Bendo

Lambang Kabupaten Magetan


BENTUK GAMBAR DAN LAMBANG

Bentuk keseluruhan adalah kulit dari seekor ternak, suatu ciri khas dari Daerah Kabupaten Magetan yang termasyur dalam hal kerajinan kulit

ISI GAMBAR/LAMBANG

* Bintang

Melambangkan bahwa penduduk Kabupaten Magetan meyakini dan berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Disamping itu juga merupakan suatu idea atau cita-cita yang tinggi dengan berlandaskan Pancasila

* Keris

Keris merupakan pusaka yang keramat bagi bangsa Indonesia pada umumnya dan melambangkan suatu kewibawaan. Keris dibuat berliku (atau dalam istilah jawa adalah luk) lima berarti bahwa kewibawaan akan dimiliki apabila selalu mengamalkan Pancasila

* Gunung dan Asab

Gunung Lawu dan asapnya merupakan gunung yang tertinggi dan terbesar dalam daerah Kabupaten Magetan, menggambarkan kemegahan dan kesuburan tanahdaerah

* Telaga Pasir

Merupakan kebanggan daerah, sumber kemakmuran dan obyek pariwisata

* Padi dan Kapas

Melambangkan suatu idea (cita-cita) kemakmuran

* Roda Bergerigi (hanya sebagian yang terlihat)

Menggambarkan kegiatan kerja para karyawan dengan segenap lapisan masyarakat lainnya untuk mencapai cita-cita diatas.

PERPADUAN DARI ISI GAMBAR / LAMBANG

Perpaduan antara sinar, bintang dan keris, kapas dan padi mengandung arti bahwa rakyat daerah Kabupaten Magetan adalah pendukung Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Hal ini dinyatakan dengan :

Sinar yang memancar dari keris dan bintang sebanyak 17 berkas, menyatakan tanggalnya yaitu 17. Bulan Agustus digambarkan dengan kapas sebanyak 8 buah. Sedangkan butir padi yang berisi 45 buah biji padi merupakan angka tahun kemerdekaan kita bangsa Indonesia yaitu tahun 1945.

WARNA-WARNA YANG MENGANDUNG MAKNA

* Hijau dan Kuning

Hijau dan Kuning adalah warna pertanian. Hijau tua adalah warna dari tanaman-tanaman yang subur, sedangkan kuning adalah warna dari padi-padi yang telah tua.

* Kuning Emas

Warna kuning emas melambangkan keseluruhan kepribadian bangsa Indonesia

JIWA DAN MAKNA LAMBANG

Dengan memperhatikan uraian/penjelasan tersebut diatas dapat ditarik suatu kesimpulan tentang jiwa serta makna lambang, bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Magetan dengan segala lapisan masyarakatnya selalu siap mempertahankan dan mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Sejarah Kabupaten Magetan

Pada tahun 1645 Sultan Agung Hanyokrokusumo Raja Mataram wafat. beliau digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Amangkurat Iyang menduduki tahta kerajaan Mataram. tahun 1646-1677 berbeda dengan mendiang ayahnya Sultan Amangkurat Ibersifat lemah terhadap VOC, bahkan mau bekerja sama dengan kompeni belanda itu, sehingga menimbulkan rasa kecewa dari banyak pihak, terutama kaum ulama' serta daerah-daerah manca negara. di sana sini banyak pihak yang memberontak.
Pada suatu ketika Basah Gondokusumo atau Basah Bibit, yakni kerabat keraton Mataram beserta pangeran Nrang Kusumo Patih Mataram diusir oleh sultan Amangkurat I karena dituduh bersatu dengan pemberontak. Basah Gondokusumo dijatuhi hukuman pengasingan di Semarang, di tempat kediaman kakeknya yang bernama Basah Suryaningrat. Sedangkan Pangeran Nrang Kusumo kemudian pergi bertapa ke daerah sebelah timur Gunung Lawu. Akhirnya Basah Gondokusumo bersama-sama dengan basah suryaningrat pergi ke sebelah timur Gunung Lawu mencari tempat pemukiman yang baru. disini oleh Ki Ageng Mageti yang cikal bakal daerah ini beliau berdua diberi sebidang tanah untuk bermukim. setelah mapan suryoningrat mewisuda cucu beliau yakni Basah Gondokusumo menjadi penguasa di tempat baru ini dengan gelar "Yosonegoro", yang kemudian dikenal sebagai Bupati Yosonegoro yakni pada tanggal 12 Oktober 1675, sedang tanah baru itu diberi nama "Magetian" karena tanah tersebut sebagai jasa pemberian Ki Ageng Mageti.
Peristiwa penobatan sebagai bupati pertama ini ditandatangani dengan Warsa Sangkala 'MANUNGGALING RASA SUKO HAMBANGUN", daerah Magetan merupakan suatu daerah yang perbatasannya sebelah barat dengan gunung lawu menuju ke barat daya merupakan deretan Sidaramping, Gunung Jabolarang dan Gunung Kukusan berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah, di sebelah utara merupakan daratan yang bergelombang naik mengarah ke timur sampai dengan barat ke kaki Gunung Lawu berbatasan dengan Kabupaten Ngawi, sebelah selatan merupakan dataran rendah berbatasan dengan Kabupaten Madiun. Sungai yang memotong daerah Magetan menjadi dua bagian mulai dari pangkal sumber di bawah Cemorosewu, Gunung Kendil dan Gunung Sidoramping adalah Sungai Gandong yang merupakan jalur bersejarah penuh dengan misteri dan ditaburi dengan makam-makam jaman kuno, di Kabupaten Magetan banyak ditemukan peninggalan-peninggalan sejarah yang berupa petilasan bangunan-bangunann purbakala maupun petilsan bekas pusat pemerintahan.
Misalnya: Petilasan makam Empu Supo di Dukuh Mandang Desa Plumpung Kecamatan Plaosan. peninggalan purbakala terbuat dari batu andesit di Dukuh Sadon Desa Cepoko Kecamatan Panekan berupa candi yang diberi nama Candi Sadon. Petilasan Pengger di Dukuh Pengger Desa Bedagung Kecamatan Panekan. di puncak Gunung Lawu terdapat petilasan Pawon Sewu (Punden Berundak), Argo Dalem, Sendang Drajat dsb. Yang diperkirakan dari akhir Majapahit.petilasan berupa sumur dan masjid kuno bersejarah yang dikelilingi tembok bekas pusat pemerintahan Kabupaten Purwodadi berada di atas tanah lebih kurang seluas 4 hektar dengan bekas gapuro Magetan.
Makam leluhur Magetan (Patih Nrang Kusumo dan Patih Ngariboyo II) di Dukuh Njelok Desa Bulukerto Kota Magetan dan makam Kanjeng Adipati Purwodiningrat, mertua Hamengku Buwono di Desa Pacalan Kecamatan Plaosan juga merupakan bukti sejarah.
Makam Astana Gedhong di Kelurahan Tambran Kecamatan Kota Magetan terdapat makam Adipati Yosonegoro yang erat hubungannya dengan sejarah babad Magetan. di makam Sasonomulyo Dukuh Sawahan Desa Kapolorejo Kota Magetan terdapat makan-makan bupati Magetan dan masih banyak lagi makam-makam yang tersebar di daerah -daerah yang sampai sekarang masih keramat.
Ditinjau dari letaknya Magetan merupakan daerah perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur maka bahasa sehari-hari, adat istiadat maupun kebudayaannya banyak mendapat pengaruh dari daerah Jawa Tengah yakni daerah Solo/Surakarta dan sekitarnya daripada daerah-daerah di Jawa Timur lainnya. lebih-lebih jalur tembus antara Kabupaten Magetan dengan Kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah melewati Cemorosewu lereng sebelah barat daya Gunung Lawu dan melalui hutan-hutan, erat hubungannya dengan jalan bersejarah dari abad ke abad. Bagaimana sampai dapat mewujudkan suatu daerah yang disebut Magetan? berikut sejarahnya:

Sampai dengan tahun 1645 Sultan Agung Hanyokrokusumo wafat, kemudian Amangkurat I menggantikan kedudukan beliau sebagai raja Mataram pada tahun 1645-1677. Berbeda dengan ayahnya yang bersukap tegas mengusir kompeni Belanda, Amangkurat I sangat lemah dan mau bekerja sama dengan kompeni belanda (VOC).
Pada tahun 1646 Amangkurat Imengadakan perjanjian dengan kompeni belanda yang amat merugikan Mataram. Isi perjanjian itu antara lain adalah Mataram mengakui kedudukan VOC di Batavia (Jakarta), Sedangkan Mataram bebas berdagang dimana saja kecuali di pulau Ambon, Bansa dan Ternate. Sebab pulau-pulau tersebut kaya akan rempah-rempah. dengan diakuinya kedudukan VOC di Batavia maka Batavia bebas dari ancaman Mataram semakin berkurang. perdagangan Mataram tidak lagi seperti seida kala. Pelayaran perdagangan dibatasi oleh kompeni sehingga kerajaan Mataram tidak berwibwa lagi dan kawulo Alit menjadi sengsara. Kebijaksanaan Amangkurat I tersebut menyebabkan timbulnya rasa kecewa dari banyak pihak terutama daerah-daerah mancanegara.
Pangeran Giri yang berpengaruh di daerah pesisir utara pulau Jawa berisap-siap melepaskan diri dari kekuasaan Mataram. Beliau amat kecewa atas tindakan raja Mataram ini. Demikian pula seorang pangeran dari pulau Madura yang bernama Trunojoyo yang tidak tahan lagi melihat pamannya pangeran Tjakraningrat II terlalu mengabaikan Madura dan hanya turut bersenang-senang di pusat pemerintahan Mataram, segera melancarkan pemberontakan terhadap Mataram (1674). pemberontakant tersebut akhirnya didukung oleh orang-orang Makassar. Perang antara prajurit Mataram dan Trunojoyo pun tak dapat dihindarkan, hingga banyak memakan korban dari kedua belah pihak.
Pada saat kerajaan dalam keadaan kalut seperti ini seorang kerabat keraton Mataram bernama Basah Gondokusumo atau terkenal dengan sebutan basah bibit bersama seorang patih Mataram bernama nrang kusumo dituduh bersatu dengan kaum oposisi dan kaum pemberontak yang menentang kebijakan Amangkurat I. Atas tuduhan itu Basah Gondokusumo dijatuhi hukuman pengasingan di Semarang di tempat kediaman kakeknya yakni Basah Suryoningrat. Sedangkan Patih Nrangkusumo meletakkan jabatannya sebagai patih kemudian bertapa di gunung Lawu sebelah timur. beberapa waktu kemudian basah suryoningrat mengajak cucunya (Basah Gondokusumo) pergi menyingkir ke arah timur gunung Lawu. beliau memilih tempat tersebut karena menerima bahwa di sebelah timur gunung Lawu sedang dilaksanakan babat hutan yang dipimpin oleh sorang bernama Ki Buyut Suro yang kemudian bergelar Ki Ageng Getas. Orang-orang itu sangat patuh dan rajin melaksanakan babat hutan. Demikian juga Ki Buyut Suro dengan sabar mendampingi mereka yang bekerja penuh semangat babat hutan itu dilaksanakan atas perintah Ki Ageng Mageti yang cikal bakal daerah ini. Ki Ageng Mageti adalah seorang putra Magetan yang memiliki banyak kelebihan. Beliau adalah sosok yang arif, bijaksana, berbudi luhur, berperilaku sholeh serta memiliki kawaskithan. apa yang dipunyai itu semua semata-mata hanya untuk kepentingan kawulo, baik kawasan Magetan maupun kawulo njaban rangkah. karena sifat yang demikian agung itulah maka Ki Ageng Mageti sangat disegani serta dapat dijadikan suri teladan bagi kawulo dan sesamanya.
Kemudian Basah Suryoningrat dan Basah Gondokusumo menjumpai Ki Buyut Suro yang sedang babat hutan.keduanya bermaksud minta sebidang tanah untuk bermukim.karena yang menguasai kawasan hutan ini adalah Ki Ageng Mageti, maka untuk memperoleh sebidang tanah ini Basah Suryoningrat dan Basah Gondokusumo diajak Ki Buyut Suro bertemu dengan Ki Ageng Mageti di tempat kediaman beliau di daerah Gandong Kidul (dukuh Gandong Selatan) tepatnya di sekitar alun-alun Magetan sekarang ini,
Pertemuan antara Basah Suryoningrat dengan Ki Ageng Mageti yang akrab ini dilanjutkan dengan perdebatan sengit terhadap suatu pernyataan.sandi yang diberikan oleh Ki Ageng Mageti kepada Basah Suryoningrat. Setelah ia dapat menjawab dengan tepat dan benar pernyataan sandi keraton yang dilontarkan oleh Ki Ageng Mageti, akhirnya Ki Ageng Mageti yakin bahwa Basah Suryoningrat adalah bukan kerabat keraton tetapi merupakan sesepuh kerajaan Mataram. Akhirnya beliau diberi sebidang tanah untuk bermukim, terletak di sebelah utara sungai Gandong tepatnya di Desa Tambran sebagai tempat yang aman dan tenteram untuk pengayoman para leluhur Mataram. setelah mapan di tempat yang baru ini Basah Suryoningrat mengangkat cucunya yaitu Basah Gondokusumo menjadi penguasa di tempat baru dengan gelar "Yosonegoro" kemudian dikenal sebagai Bupati Yosonegoro, bupati Magetan yang pertama kali.
Wisuda Bupati Yosonegoro oleh Basah Suryoningrat ditandai dengan penyerahan sebuah keris pusaka. Pesta syukuran wisuda bupati tersebut berlangsung secara sederhana. Syukuran ditandai dengan pemotongan tumpeng oleh Basah Suryoningrat diberikan kepada Yosonegoro dan dihadiri oleh masyarakat setempat. wilayah pemerintah tersebut dinamakan Magetan, karena peristiwa terjadinya kabupaten Magetan ini adalah atas pemberian tanah dari Ki Ageng Mageti maka daerah baru tersebut diberi nama Kota Mageti, mengalami penambahan "an" menjadi Magetian, akhirnya berubah nama menjadi Magetan sampai sekarang.

Makanan Khas Kabupaten Pacitan

Tiwul, atau Thiwul adalah makanan pokok pengganti nasi beras yang dibuat dari ketela pohon atau singkong. Penduduk Pegunungan Kidul (Pacitan, Wonogiri, Gunung Kidul) dikenal mengonsumsi jenis makanan ini sehari-hari.

Tiwul dibuat dari gaplek. Sebagai makanan pokok, kandungan kalorinya lebih rendah daripada beras namun cukup memenuhi sebagai bahan makanan pengganti beras. Tiwul dipercaya mencegah penyakit maag, perut keroncongan, dan lain sebagainya. Tiwul pernah digunakan untuk makanan pokok sebagian penduduk Indonesia pada masa penjajahan Jepang.

Lokasi Wisata Kabupaten Pacitan

  1. Wisata Pantai
  2. Wisata Goa
  3. Wisata Budaya/ Religius
  4. Wisata Rekrekeasi
  5. Wisata Industri.
  6. Pantai Teleng Ria
  7. Pantai Tamperan
  8. Goa Gong
  9. Goa Tabuhan
  10. Pemandian air hangat
  11. Pantai Srau.
  12. Pantai Klayar
  13. Pantai Watukarung
  14. Pantai Srau
  15. Pantai Sidomulyo
  16. Luweng Jaran
  17. Luweng Ombo
  18. Ceprotan
  19. Tari Khetek Ogleng
  20. Monumen Panglima Besar Jenderal Sudirman.

Sejarah Kabupaten Pacitan

KABUPATEN PACITAN Menurut Babat Pacitan, nama Pacitan berasal dari kata “ Pacitan? yang berarti camilan, sedap-sedapan, tambul, yaitu makanan kecil yang tidak sampai mengenyangkan. Hal ini disebabkan daerah Pacitan merupakan daerah minus, hingga untuk memenuhi kebutuhan pangan warganya tidak sampai mengenyangkan; tidak cukup. Adapula yang berpendapat bahwa nama Pacitan berasal dari “ Pace? mengkudu ( bentis : Jaka ) yang memberi kekuatan. Pendapat ini berasal dari legenda yang bersumber pada Perang Mengkubumen atau Perang Palihan Nagari (1746 – 1755) yakni tatkala Pangeran Mangkubumi dalam peperangannya itu sampai di daerah Pacitan. Dalam suatu pertempuran ia kalah terpaksa melarikan diri ke dalam hutan dengan tubuh lemah lesu. Berkat pertolongan abdinya bernama Setraketipa yang memberikan buah pace masak kemudian menjadikan kekuatan Mangkubumi pulih kembali. Akan tetapi nampaknya nama Pacitan yang menggambarkan kondisi daerah Pacitan yang minus itulah yang lebih kuat. Hal itu disebabkan pada masa pemerintahan Sultan Agung ( 1613 – 1645 ) nama tersebut telah muncul dalam babat Momana. ( Informasi tentang Sejarah Pacitan ini masih belum lengkap dan masih akan dilengkapi )

Lambang Kabupaten Pacitan


1. DASAR HUKUM

a. Peraturan Daerah Kabupaten Pacitan Nomor 2 Tahun 1968 Tentang Lambang Daerah Kabupaten Pacitan.

b. Peraturan Daerah Kabupaten Pacitan Nomor 3 Tahun 1968 Tentang Penggunaan Lambang Daerah.

c. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Pacitan Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kabupaten Pacitan Nomor 2 Tahun 1968 Tentang Lambang Daerah Kabupaten Pacitan.

2. MAKNA LAMBANG DAERAH

a. Bentuk Gambar/ Lambang:

b. Perisai Bersudut Lima.

Melambangkan dasar negara Negara Kesatuan Republik Indonesia, “Pancasila�? yang harus kita pertahankan sampai akhir zaman. Karena Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia selaras dengan tuntutan budi nurani umat manusia di dunia ini.

c. Garis merah dan putih yang melingkari separo perisai

Lambang Bendera Negara kita. Merah berarti berani dan Putih berarti suci, sebagai jiwa bangsa Indonesia, berani karena kesucian, didalamnya terkandung makna kebenaran, kebijaksanaan dan keadilan serta tidak meninggalkan dasar Dasar Negara Indonesia, Pancasila. Garis hitam melingkar dibagian bawah separo perisai (sebagai kelanjutan garis merah), berarti kebenaran.

d. Tulisan “TATA PRAMANA HARGENG PRAJA�?.

Makna dari tekad Pemerintah dan masyarakat Pacitan untuk menciptakan pemerintahan yang arif bijaksana serta mampu mengayomi dan mewujudkan masyarakat yang adil makmur, tata tentrem kerto raharjo di dalam wilayah yang dipenuhi bukit-bukit.

e. Bintang

Ketuhanan Yang Maha Esa, Sila Pertama dari Pancasila.

f. Gunung Lima

Menunjukkan bahwa geografi Pacitan. Dimana terletak Gunung Lima yang terkenal sebagai tempat bertapa/ bersemedi.

g. Pintu gerbang dan Tugu Pahlawan Pacitan.

Mengingatkan kepada kita sebagai masyarakat Pacitan, kepada para pahlawan/patroit Pacitan yang telah gugur sebagai kusuma bangsa yang dulu telah gigih melawan kaum kolonial demi menegakkan kemerdekaan Nusa dan Bangsa Indonesia serta menjunjung tinggi Sapta Marga yang dituliskan sebagai pohon kelapa berdaun tujuh di atas Tugu Taman Pahlawan.

h. Laut Berombak Empat

Digambar melengkung (berbatas gambar rantai) yang menunjukkan letak geografi Pacitan ditepi teluk yang melengkung dan menjorok kedaratan.

Ombak digambar 4, gunung digambar 5 buah, padi berjumlah 17, dan kapas berjumlah 8, bila dirangkai menjadi 17-8-“45 adalah tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.

i. Rantai (Membatasi Laut).

Persatuan dan kesatuan masyarakat Pacitan khususnya dan Indonesia pada umumnya yang harus digalang.

j. Ketela Pohon dan Bambu

Padi adalah makanan, sedangkan kapas adalah pakaian. Ini melambangkan harapan rakyat Indonesia “Murah Sandang dan Pangan�?.

Sebagai tanaman rakyat Pacitan, yang merupakan sumber penghidupan selama berabad-abad telah menghidupkan semangat juang dan kerja keras masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya.

k. Padi dan Kapas

Padi adalah bahan makanan pokok, sedangkan kapas bahan sandang. Ini diartikan sebagai pengharapan seluruh rakyat Indonesia terwujudnya murah pangan dan sandang.

Sekilas Tentang Kabupaten Pacitan

Geografi
Kabupaten Pacitan terletak di ujung barat daya Provinsi Jawa Timur. Wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo di utara, Kabupaten Trenggalek di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah) di barat. Sebagian besar wilayahnya berupa pegunungan kapur, yakni bagian dari rangkaian Pegunungan Kidul. Tanah tersebut kurang cocok untuk pertanian.

Pacitan juga dikenal memiliki gua-gua yang indah, diantaranya Gua Gong, Tabuhan, Kalak, dan Luweng Jaran (diduga sebagai kompleks gua terluas di Asia Tenggara). Di daerah pegunungan seringkali ditemukan fosil purbakala.

Transportasi
Ibukota Kabupaten Pacitan terletak 101 km sebelah selatan Kota Madiun. Terminal utama adalah terminal Arjowinangun. Akses jalan timur (dari Ponorogo & Madiun) yang cukup banyak tikungan tajam masih menjadi kendala utama transportasi, sementara akses jalan barat ke arah jawa tengah ada 2 pilihan, yaitu melewati jalur selatan dengan rute lebih panjang namun jalan relatif lebar atau melewati rute Sedeng dengan jarak tempuh lebih pendek namun harus melewati tanjakan sedeng barata(desa sedeng)yang cukup tajam, sehingga bus besar tidak memungkinkan lewat jalur ini. Untuk anda yang ingin mencoba rute ini, diingatkan agar kendaraan anda dalam kondisi prima.

Rute terjauh dari akses jalur timur adalah ke Surabaya yang dilayani bus besar patas AC, namun dalam 1 hari hanya ada 2x pemberangkatan dari dan ke Pacitan. Rute selanjutnya adalah Ponorogo - Pacitan dilayani bus 3/4, armada tipe ini cukup banyak sehingga dalam 1 hari lebih dari 5 pemberangkatan bus dari terminal Arjowinangun.

Rute barat (ke surakarta) dilayani bus AKAP dengan jumlah yang cukup banyak, namun hanya beroperasi dari jam 05.00 hingga 17.00, sementara dari surakarta dilayani 24 jam. Untuk rute barat yang lewat Sedeng hanya dilayani kendaraan umum tipe kecil seperti colt dan carry dengan pemberhentian terakhir di Kecamatan Punung.

Pembagian administratif
Secara administratif Pacitan terbagi menjadi 12 kecamatan:

1. Pacitan
2. Kebonagung
3. Arjosari
4. Tulakan
5. Ngadirojo
6. Punung
7. Pringkuku
8. Donorojo
9. Nawangan
10. Tegalombo
11. Sudimoro
12. Bandar

Perekonomian
Kondisi geografis Pacitan yang sebagian besar berbukit tandus menyebabkan daerah ini kurang cocok untuk bercocok tanam padi sehingga ketela pohon atau singkong menjadi alternatif sejak dahulu.

Hasil pertanian utama Pacitan adalah padi, singkong, cengkeh, kelapa dan kakao yang baru dibudidayakan beberapa tahun terakhir. Potensi bahan tambang juga cukup besar di kawasan Pacitan. Kerajinan batu akik yang terpusat di kawasan Donorojo, sedikit banyak telah menyumbang nilai penting bagi Pacitan.

Makanan khas
Makanan khas Pacitan adalah nasi tiwul, bahkan penganan ini dahulu merupakan makanan pokok pengganti nasi bagi masyarakat Pegunungan Kidul seperti Wonosari, Pacitan, dan Trenggalek. Nasi tiwul terbuat dari gaplek (umbi dari ketela pohon yang dikeringkan) yang kemudian ditumbuk dan ditanak.

Kecamatan Kabupaten Ponorogo

• Babadan
• Badegan
• Balong
• Bungkal
• Jambon
• Jenangan
• Jetis
• Kauman
• Mlarak
• Ngebel
• Ngrayun
• Ponorogo
• Pudak
• Pulung
• Sambit
• Sampung
• Sawoo
• Siman
• Slahung
• Sooko
• Sukorejo

Lambang Kabupaten Ponorogo



Lambang daerah Kabupaten Ponorogo terdiri atas sebelas bagian
1. Bintang bersudut lima lambang Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Sinar Cahaya
3. Gapuro Bentar / candi Bentar
4. Penampang frontal reyog dengan lima jalur diatas empat trap
5. Gunung terdiri dari dua puncak
6. Gelombang samudra lepas
7. Pita dan garis cakrawala
8. Padi berbiji tujuh belas dan kapas berbuah delapan di alam terbuka
9. Tulisan Ponorogo
10. Bentuk perisai / tameng
11. Warna lukisan
MAKNA LAMBANG DAERAH
1. Bintang emas bersudut lima melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang
mengandung maksud, bahwa rakyat dan masyarakat Ponorogo sejak dulu kala merupakan suatu kelompok masyarakat yang berkeyakinan kuat akan ber Tuhan dan bersendikan religius, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan bermaksud pula sumber sila-sila yang menjadi falsafah Negara RI serta sebagai sendi pengayoman, ekonomi, politik, seni dan budaya.
2. Sinar cayaha
Melambangkan nur/cahaya kebenaran Tuhan Yang Maha Esa yang melimpah dan memancar, memberi petunjuk kearah langkah perjuangan pemerintah daerah Ponorogo, menuju kebahagiaan dan kesejahteraan rakyat yang berpancasila serta bertaqwa (sepi ing pamrih rame ing gawe)
3. Gapuro Bentar / candi Bentar
Melambangkan kejayaan Pemerintah Ponorogo dibawah pimpinan Batoro Kathong yang berhasil mencetak masyarakat yang bermental tinggi, jujur, rela berkorban dan sederhana (Co-bloko), pemerintah yang unik histories penuh dengan pahlawan pembela yang kuat.
4. Penampang Reyog dengan lima jalur di atas empat trap
Melambangkan kesenian asli dan sejarah besar reyog yang ditimbulkan oleh kerajaan – kerajaan lama Ponorogo (KLONO SEWANDONO) yang mengandung kepahlawan (heroik). Dengan kesenian khas reyog, Ponorogo menjadi daerah dikenal antara lain oleh turis seluruh pelosok penjuru tanah air. Jalur lima dan trap empat, mengesankan angka 45 dari tahun 1945 yang bersejarah, yakni tahun kejayaan dan lahirnya proklamasi Kemerdekaan RI
5. Gunung terdiri dari dua puncak
Bahwa daerah Ponorogo terletak diantara dua gunung yang besar, ialah gunung Lawu dan gunung Wilis, yang kedua-dua nya mempunyai hubungan histories yang erat dan pekat dengan sejarah terjadinya kota Ponorogo beserta kebudayaanya.
6. Berlambang samudra lepas
Melambangkan pada pemerintahan yang sedang berlangsung sepanjang masa, ibarat di hempas sepanjang jaman sebagai air bah nan tak kunjung surut (habis-habisnya) mengarungi samudra kehidupan untuk umat manusia dan yang terbentang luas dihadapan pemerintah yang mengemban amanat rakyat untuk menuju kebahagiaan hidup dibawah ridho maupun pertolongan Tuhan Yang Maha Esa
7. Pita dan garis cakrawala
Merupakan simbol daripada tugas yang harus diselesaikan, harus tak terputus yakni semua tanggungjawab harus diselesaikan dan disempurnakan dengan sebaik-baiknya menuju kearah cita-cita masyarakat adil, makmur materiil dan spiritual di ridhoi Tuhan Yang Maha Esa.
8. Padi berbiji 17 dan kapas berbuah 8 di alam terbuka
a. Angka tujuh belas dan angka delapan mengesankan hari, tanggal dan bulan -
bersejarah dan keramat, yakni proklamasi 17 Agustus (hari Proklamasi Negara kita).
b. Melambangkan kemakmuran, kesuburan alam dan kejayaan yang terdapat dalam
hasil bumi daerah Kabupaten Ponorogo yang juga sebagai sumber kehidupan rakyat dan Pemerintah Daerah yang diridhoi Tuhan Yang Maha Esa
9. Tulisan Ponorogo
Adalah nama daerah yang memiliki lambang tersebut, yang berarti : PONO : adalah melihat, ROGO : sariro (badan). Adapun arti seluruhnya berarti mawas diri dan berbuat karena benar serta suci tanpa meninggalkan dan selalu bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang

Sejarah Kabupaten Ponorogo

A. BERDASARKAN LEGENDA
  1. Di dalam buku Babad Ponorogo yang ditulis oleh Poerwowidjojo diceritakan bahwa asal-usul nama Ponorogo. Bermula dari kesepakatan dan musyawarah antara Raden Katong. Kyai Mirah. Dan Joyodipo pada hari jum’at sat bulan purnama. Bertempat di tanah lapang dekat gumuk ( wilayah Katongan sekarang ). Di dalam musyawarah tersebut disepakati bahwa kota yang akan didirikan nanti dinamakan “ Pramana raga “ akhirnya lama kelamaan menjadi Ponorogo.
  2. Dari cerita rakyat yang masih hidup di kalangan masyarakat terutama dikalangan generasi tua. Ada yang mengatakan bahwa nama Ponorogo kemungkinan berasal dari kata Pono : Wasis, pinter, mumpuni, mengerti benar, Raga : Jasmani badan sekujur. Akhirnya menjadi Ponorogo.

B. TINJAUAN ETIMOLOGI
Mengacu dari sumber-sumber certa diatas. Jika ditinjau secara etimologi akan kita dapatkan beberapa kemungkinan sebagai berikut :
  1. Prama Raga
  2. Sebutan Pramana Raga terdiri dari dua kata :
    Pramana : Daya kekuatan, rasa hidup, permono, wadi
    Raga : Badan, Jasmani
    Dari penjabaran tersebut dapat ditafsirkan bahwa dibalik badan wadak manusia itu tersimpan suatu rahasia hidup ( Wadi ) berupa olah batin yang mantap dan mapan berkaitan dengan pengendalian sifat-sifat amarah, alumawah, shuflah, muthmainah
  3. Ngepenakake raga menjadi Panaraga
  4. Manusia yang memiliki kemampuan olah batin yang mantap dan mapan akan dapat menempatkan diri dimana pun dan kapan pun berada.
    Akhirnya apapun tafsirannya tentang Ponorogo dalam wujud seperti yang kita lihat sekarang ini adalah tetap Ponorogo sebagai kota REOG yang menjadi kebanggan masyarakat Ponorogo

Sekilas Tentang Kabupaten Ponorogo

Kabupaten Ponorogo adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Magetan dan Kabupaten Madiun di utara, Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Trenggalek di timur, Kabupaten Pacitan di barat daya, serta Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah) di barat. Ponorogo memiliki luas wilayah 1.371,78 km².

Kabupaten Ponorogo, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Ponorogo. Kabupaten Ponorogo terdiri atas 21 kecamatan, yang dibagi lagi atas 305 desa dan kelurahan.

Transportasi
Ibukota kabupaten Ponorogo terletak 27 km sebelah selatan Kota Madiun, dan berada di jalur Madiun-Pacitan. Alat tranportasi umum yang sekarang banyak digunakan adalah kendaraan bermotor, baik kendaraan roda dua maupun roda empat. Ada sebagian kecil menggunakan sepeda angin ( sepeda onthel ). Dahulu ada jalur kereta api Madiun-Ponorogo-Slahung tetapi sudah tidak berfungsi sejak tahun 1988. Masih ada kereta yang ditarik kuda (dokar) yang digunakan sebagai alat transportasi utama. Dokar ini biasa digunakan di daerah pinggiran, terutama untuk mengangkut pedagang yang hendak menuju pasar-pasar tradisional. Selain itu ada juga dokar yang khusus difungsikan sebagai kereta wisata, yang biasa digunakan untuk mengelilingi kota Ponorogo. Dari sebelah barat Kabupaten Ponorogo berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri ( Jawa Tengah ) untuk menuju Kabupaten Ponorogo bisa menggunakan alat transportasi bus, sepada roda dua maupun empat. Jika dari kecamatan Badegan bisa juga menggunkan angkodes ( angkutan pedesaan ) yang merupakan salah satu transportasi umum yang ada di Kabupaten Ponorogo.

Pendidikan
Ponorogo juga terdapat pondok pesantren modern Gontor, yakni salah satu institusi pendidikan Islam terkemuka di Indonesia. Beberapa alumni Gontor menjadi tokoh nasional, diantaranya Nurcholis Madjid,Hasyim Muzadi dan Hidayat Nurwahid. Dan juga terdapat Pondok Modern lainya yang santrinya berdatangan dari berbagai pelosok Indonesia seperti Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar, Pondok Pesantren Al-Islam Joresan, Arrisalah dan Al-Mawadah. Selain pondok juga ada Universitas Muhammadiyah, STAIN, INSURI, ISID (Institut Studi Islam Darussalam), AKPER PEMKAB Ponorogo. Yang merupakan salah satu tempat pendidikan yang bisa di tempuh di Kabupaten Ponorogo.

Pertanian
Padi, Ubi kayu, Jagung, Kacang kedelai, Kacang tanah dan Tebu. Kabupaten Ponorogo merupakan kota yang letaknya strategis. Kota yang berada di dataran rendah dan sebagian dataran tinggi. Sehingga cocok tanam yang bisa dilakukan seperti diatas.

Situs Purbakala Trinil

rinil adalah situs paleoantropologi di Indonesia yang sedikit lebih kecil dari situs Sangiran. Tempat ini terletak di Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur (kira-kira 13 km sebelum kota Ngawi dari arah kota Solo). Trinil merupakan kawasan di lembah Sungai Bengawan Solo yang menjadi hunian kehidupan purba, tepatnya zaman Plistosen Tengah, sekitar satu juta tahun lalu.

Pada tahun 1891 Eugène Dubois, yang adalah seorang ahli anatomi menemukan bekas manusia purba pertama di luar Eropa yaitu spesimen manusia Jawa. Pada 1893 Dubois menemukan fosil manusia purba Pithecanthropus erectus serta fosil hewan dan tumbuhan purba lain.

Saat ini Trinil berdiri sebuah museum yang menempati area seluas tiga hektar, dimana koleksinya di antaranya fosil tengkorak Pithecantrophus erectus, fosil tulang rahang bawah macan purba (Felis tigris), fosil gading dan gigi geraham atas gajah purba (Stegodon trigonocephalus), dan fosil tanduk banteng purba (Bibos palaeosondaicus). Situs ini dibangun atas prakarsa dari Prof. Teuku Jacob ahli antropologi dari Universitas Gadjah Mada.

Air Terjun Srambang

Srambang meupakan salah satu obyek wisata di Kabupaten Ngawi yang berupa air terjun. Berlokasi di kaki gunung Lawu, Kecamatan Jogorogo, sekitar 5 km ke selatan dari pasar Jogorogo. Ketinggian air terjun ini hampir mencapai 25 m.

Merupakan obyek wisata yang sering dikunjungi wisatawan lokal maupun luar daerah. Suasana pegunungan yang sejuk dan dingin membuat tempat ini selalu ramai dikunjungi pengunjung. Areal jalan menuju lokasi sudah diaspal sehingga mempermudah perjalanan. Lokasi air terjun srambang berdekatan dengan pondok pesantren Condro Mowo. Jika anda membawa kendaraan sepeda motor anda bisa langsung menuju lokasi tanpa harus berjalan kaki dan anda tidak usah khawatir untuk masalah keamanan karena sudah disediakan area parkir walaupun tidak begitu luas. Namun jika anda membawa mobil, anda harus berjalan kaki sekitar 500 m untuk bisa sampai ke lokasi air terjun. Hanya dengan uang sebesar Rp. 1500,- (saat tulisan ini dibuat/Februari 2008) anda bisa menikmati sejuknya suasana gunung dan merasakan segarnya air terjun bila mau berbasah-basah dengan air. Pengunjung bisa mandi dan menikmati makanan dan minuman maupun jagung bakar di lokasi air terjun. Banyak pedagang yang menjajakan makanan dan minuman hangat. Batas waktu kunjungan adalah sampai jam 3 sore. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya longsor di areal air terjun, terlebih di musim hujan, banyak pacet dan rawan longsor.

Lokasi Wisata Kabupaten Ngawi

  1. Tawun
  2. Waduk Pondok
  3. Air terjun Srambang
  4. Kebun Teh Jamus
  5. Bendungan Ndorjo
  6. Situs Purbakala Trinil
  7. Benteng Pendem

Kecamatan Kabupaten Ngawi

• Bringin
• Geneng
• Jogorogo
• Karanganyar
• Karangjati
• Kedunggalar
• Kendal
• Kendungan
• Kwadungan
• Mantingan
• Ngawi
• Ngrambe
• Padas
• Pangkur
• Paron
• Pitu
• Sine
• Widodaren
• Kasreman
• Gerih

Sejarah Kabupaten Ngawi

A. ASAL- USUL NAMA NGAWI
Nama ngawi berasal dari “awi” atau “bambu” yang selanjutnya mendapat tambahan huruf sengau “ng” menjadi “ngawi”. Apabila diperhatikan, di Indonesia khususnya jawa, banyak sekali nama-nama tempat (desa) yang dikaitkan dengan flora, seperti : Ciawi, Waringin Pitu, Pelem, Pakis, Manggis dan lain-lain.

Demikian pula halnya dengan ngawi yang berasal dari “awi” menunjukkan suatu tempat yaitu sekitar pinggir ”Bengawan Solo” dan ”Bengawan Madiun” yang banyak tumbuh pohon “awi”. Tumbuhan “awi” atau “bambu” mempunyai arti yang sangat bernilai, yaitu :

  1. Dalam kehidupan sehari-hari Bambu bagi masyarakat desa mempunyai peranan penting apalagi dalam masa pembangunan ini.
  2. Dalam Agama Budha , hutan bambu merupakan tempat suci :
    • Raja Ajatasatru setelah memeluk agama Budha, ia menghadiahkan sebuah ” hutan yang penuh dengan tumbuh-tumbuhan bambu” kepada sang Budha Gautama.
    • Candi Ngawen dan Candi Mendut yang disebut sebagai Wenu Wana Mandira atau Candi Hutan Bambu (Temple Of The Bamboo Grove), keduanya merupakan bangunan suci Agama Budha.

  3. Pohon Bambu dalam Karya Sastra yang indah juga mampu menimbulkan inspirasi pengandaian yang menggetarkan jiwa.

  4. Dalam Kakawin Siwara Trikalpa karya Pujangga Majapahit ”Empu Tanakung” disebut pada canto (Nyanyian) 6 Bait 1 dan 2, yang apabila diterjemahkan dalam bahasa indonesia, lebih kurang mempunyai arti sebagai berikut :
    • Kemudian menjadi siang dan matahari menghalau kabut, semua kayu-kayuan yang indah gemulai mulai terbuka, burung-burung gembira diatas dahan saling bersaut – sautan bagaikan pertemuan Ahli Kebatinan (Esoteric Truth) saling berdebat.
    • Saling bercinta bagaikan kayu – kayuan yang sedang berbunga, pohon bambu membuka kainnya dan tanaman Jangga saling berpelukan serta menghisap sari bunga Rara Malayu, bergerak-gerak mendesah, Pohon Bambu saling berciuman dangan mesranya.

  5. ”awi” atau ”bambu” dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia mempunyai nilai sejarah, yaitu dalam bentuk ”bambu runcing” yang menjadi salah satu senjata untuk melawan dan mengusir penjajah yang tenyata senjata dari ”bambu” ini ditakuti dari pihak lawan (digambarkan yang ”terkena” akan menderita sakit cukup lama dan ngeri).
Pada masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia ini ada juga ”bambu runcing” yang dikenal dan disebut dengan ”Geranggang Parakan”. Dengan demikian jelaslah bahwa ”ngawi” berasal dari ”awi” atau ”bambu”, Sekaligus menunjukkan lokasi Ngawi sebagai ”desa” di pinggir Bengawan Solo dan Bengawan Madiun.

B. PENETAPAN HARI JADI NGAWI
Berdasarkan penelitian benda-benda kuno, menunjukkan bahwa di Ngawi telah berlangsung suatu aktifitas keagamaan sejak pemerintahan Airlangga dan rupanya masih tetap bertahan hingga masa akhir Pemerintahan Raja Majapahit. Fragmen-fragmen Percandian menunjukkan sifat kesiwaan yang erat hubungannya dengan pemujaan Gunung Lawu (Girindra), namun dalam perjalanan selanjutnya terjadi pergeseran oleh pengaruh masuknya Agama Islam serta kebudayaan yang dibawa Bangsa Eropa khususnya belanda yang cukup lama menguasai pemerintahan di Indonesia, disamping itu Ngawi sejak jaman prasejarah mempunyai peranan penting dalam lalu lintas (memiliki posisi Geostrategis yang sangat penting).

Dari 44 desa penambangan yang mampu berkembang terus dan berhasil meningkatkan statusnya menjadi Kabupaten Ngawi sampai dengan sekarang.

Penelitian terhadap peninggalan benda-benda kuno dan dokumen sejarah menunjukkan beberapa status Ngawi dalam perjalanan sejarahnya :
  1. Ngawi sebagai Daerah Swatantra dan Naditira pradesa, pada jaman Pemerintahan Raja Hayam Wuruk (Majapahit) tepatnya tanggal 7 Juli 1358 Masehi, (tersebut dalam Prasati Canggu yang berangka Tahun Saka 1280)
  2. Ngawi sebagai Daerah Narawita Sultan Yogyakarta dengan Palungguh Bupati – Wedono Monconegoro Wetan, tepatnya tanggal 10 Nopember 1828 M (tersebut dalam surat Piagam Sultan Hamengkubuwono V tertanggal 2 Jumadil awal 1756 AJ).
  3. Ngawi sebagai Onder-Regentschap yang dikepalai oleh Onder Regent (Bupati Anom) Raden Ngabehi Sumodigdo, tepatnya tertanggal 31 Agustus 1830 M.
Nama Van Den Bosch berkaitan dengan nama ”Benteng Van Den Bosch Di Ngawi, yang dibangun pada Tahun 1839 – 1845 untuk menghadapi kelanjutan Perjuangan Perlawanan dan serangan rakyat terhadap penjajah, diantaranya di ngawi yang dipimpin oleh Wirotani, salah satu pengikut Pangeran Diponegoro. Hal ini dapat diketahui dari buku ”De Java Oorlog” karangan Pjf. Louw Jilid I Tahun 1894 dengan sebutan (menurut sebutan dari penjajah) : ”Tentang Pemberontakan Wirotani di Ngawi”. Bersamaan dengan ketetapan ngawi sebagai Onder – Regentschap telah ditetapkan pembentukan 8 regentschap atau Kabupaten dalam wilayah Ex. Karesidenan Madiun akan tetapi hanya 2 regentschap saja yang mampu bertahan dan berstatus sebagai Kabupaten yaitu Kabupaten Madiun dan Kabupaten Magetan. Adapun Ngawi yang berstatus sebagai Onder – Regentschap dinaikkan menjadi regentschap atau kabupaten, karena disamping letak geografisnya sangat menguntungkan juga memiliki potensi yang cukup memadai.

  • Ngawi sebagai regentschap yang dikepalai oleh Regent Atau Bupati Raden Adipati Kertonegoro pada tahun 1834 (Almanak Naam Den Gregoriaanschen Stijl, Vor Het Jaar Na De Geboorte Van Jezus Christus,1834 Halaman 31)


  • Dari hasil penelitian tersebut di atas, apabila hari jadi ngawi ditetapkan pada saat berdirinya Onder – Regentschap pada tanggal 31 Agustus 1830 berarti akan memperingati berdirinya pemerintahan penjajahan di Ngawi, dan tidak mengakui kenyataan statusnya yang sudah ada sebelum masa penjajahan.

    Dari penelusuran 4 (empat) status Ngawi di atas, Prasati Canggu yang merupakan sumber data tertua, digunakan sebagai penetapan hari jadi ngawi, yaitu pada tahun 1280 Saka atau pada tanggal 8 hari Sabtu Legi Bulan Rajab Tahun 1280 Saka, tepatnya pada tanggal 7 Juli 1358 Masehi (berdasarkan perhitungan menurut Lc. Damais) dengan status ngawi sebagai Daerah Swatantra dan Naditira Pradesa.

    Sesuai dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ngawi dalam Surat Keputusannya Nomor 188.170/34/1986 tanggal 31 Desember 1986 tentang Persetujuan Terhadap Usulan Penetapan Hari Jadi Ngawi maka berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Ngawi Nomor 04 Tahun 1987 tanggal 14 Januari 1987, Tanggal 7 Juli 1358 Masehi Ditetapkan Sebagai ”Hari Jadi Ngawi”.

    Sekilas Tentang Ngawi

    Kabupaten Ngawi adalah sebuah wilayah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Ngawi. Kota kabupaten ini terletak di bagian barat Provinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah. Kata Ngawi berasal dari kata awi, bahasa sansekerta yang berarti bambu dan mendapat imbuhan kata ng sehingga menjadi Ngawi. Dulu Ngawi banyak terdapat pohon bambu.

    Wilayah
    Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora (keduanya termasuk wilayah Provinsi Jawa Tengah), dan Kabupaten Bojonegoro di utara, Kabupaten Madiun di timur, Kabupaten Magetan dan Kabupaten Madiun di selatan, serta Kabupaten Sragen (Jawa Tengah) di barat.

    Kabupaten Ngawi terdiri atas 19 kecamatan yang terbagi dalam sejumlah 213 desa dan 4 kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Ngawi.

    Bagian utara merupakan perbukitan, bagian dari Pegunungan Kendeng. Bagian barat daya adalah kawasan pegunungan, bagian dari sistem Gunung Lawu (3.265 meter).

    Transportasi
    Kabupaten Ngawi dilintasi jalur utama Surabaya-Yogyakarta, jalur utama Cepu, Bojonegoro-Madiun dan menjadi gerbang utama Jawa Timur jalur selatan. Kabupaten ini juga dilintasi jalur kereta api Jakarta-Yogyakarta-Bandung/Jakarta, namun tidak melewati ibukota kabupaten. Stasiun kereta api terdapat di Geneng, Paron, Kedunggalar dan Walikukun.


    Transportasi
    Pondok Pesantren Gontor Putri 1 dan Pondok Pesantren Gontor Putri 2 dan 3 terdapat di Desa Sambirejo, Kecamatan Mantingan, Kabupaten Ngawi, yakni di dekat perbatasan dengan Jawa Tengah.

    SMA Negeri 1 Ngawi dan SMA Negeri 2 Ngawi adalah salah satu sekolah favorit di Kabupaten Ngawi yang mempunyai segudang kegiatan / organisasi. Sekolah ini banyak menghasilkan generasi penerus Ngawi yang tanggung dan berpotensi untuk membangun kota Ngawi. Salah satu organisasi yang paling dominan di Smada Ngawi adalah Mayapada (Manunggal Jaya Pecinta Alam Smuda) dan Pramuka.

    Terdapat Perguruan Tinggi: Universitas Soerjo Ngawi (Unsur), STKIP PGRI Ngawi, Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian dan Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam di Paron, serta Akademi Keperawatan. Selain itu, SMP Negeri 3 Ngrambe adalah Sekolah Menengah Pertama yang mendominasi keunggulan daripada SMP yang lain di Kabupaten Ngawi dengan segudang prestasi hingga setingkat Nasional. SMPN 3 Ngrambe (SMeGa) pada Tahun 2010 telah mencatatkan menjadi Sekolah Standar Nasional (SSN) dengan fasilitas dan Pengajar yang profesional. Dengan fasilitas Internet Gratis. Dengan udara yang sejuk, diharapkan, para siswa akan lebih semangat untuk meraih prestasi.

    Thursday, May 20, 2010

    Sejarah Kabupaten Ngawi

    A. ASAL- USUL NAMA NGAWI
    Nama ngawi berasal dari “awi” atau “bambu” yang selanjutnya mendapat tambahan huruf sengau “ng” menjadi “ngawi”. Apabila diperhatikan, di Indonesia khususnya jawa, banyak sekali nama-nama tempat (desa) yang dikaitkan dengan flora, seperti : Ciawi, Waringin Pitu, Pelem, Pakis, Manggis dan lain-lain.

    Demikian pula halnya dengan ngawi yang berasal dari “awi” menunjukkan suatu tempat yaitu sekitar pinggir ”Bengawan Solo” dan ”Bengawan Madiun” yang banyak tumbuh pohon “awi”. Tumbuhan “awi” atau “bambu” mempunyai arti yang sangat bernilai, yaitu :

    1. Dalam kehidupan sehari-hari Bambu bagi masyarakat desa mempunyai peranan penting apalagi dalam masa pembangunan ini.
    2. Dalam Agama Budha , hutan bambu merupakan tempat suci :
    • Raja Ajatasatru setelah memeluk agama Budha, ia menghadiahkan sebuah ” hutan yang penuh dengan tumbuh-tumbuhan bambu” kepada sang Budha Gautama.
    • Candi Ngawen dan Candi Mendut yang disebut sebagai Wenu Wana Mandira atau Candi Hutan Bambu (Temple Of The Bamboo Grove), keduanya merupakan bangunan suci Agama Budha.

    3. Pohon Bambu dalam Karya Sastra yang indah juga mampu menimbulkan inspirasi pengandaian yang menggetarkan jiwa.

    Dalam Kakawin Siwara Trikalpa karya Pujangga Majapahit ”Empu Tanakung” disebut pada canto (Nyanyian) 6 Bait 1 dan 2, yang apabila diterjemahkan dalam bahasa indonesia, lebih kurang mempunyai arti sebagai berikut :
    • Kemudian menjadi siang dan matahari menghalau kabut, semua kayu-kayuan yang indah gemulai mulai terbuka, burung-burung gembira diatas dahan saling bersaut – sautan bagaikan pertemuan Ahli Kebatinan (Esoteric Truth) saling berdebat.
    • Saling bercinta bagaikan kayu – kayuan yang sedang berbunga, pohon bambu membuka kainnya dan tanaman Jangga saling berpelukan serta menghisap sari bunga Rara Malayu, bergerak-gerak mendesah, Pohon Bambu saling berciuman dangan mesranya.

    4. ”awi” atau ”bambu” dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia mempunyai nilai sejarah, yaitu dalam bentuk ”bambu runcing” yang menjadi salah satu senjata untuk melawan dan mengusir penjajah yang tenyata senjata dari ”bambu” ini ditakuti dari pihak lawan (digambarkan yang ”terkena” akan menderita sakit cukup lama dan ngeri).

    Pada masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia ini ada juga ”bambu runcing” yang dikenal dan disebut dengan ”Geranggang Parakan”. Dengan demikian jelaslah bahwa ”ngawi” berasal dari ”awi” atau ”bambu”, Sekaligus menunjukkan lokasi Ngawi sebagai ”desa” di pinggir Bengawan Solo dan Bengawan Madiun.

    B. PENETAPAN HARI JADI NGAWI
    Berdasarkan penelitian benda-benda kuno, menunjukkan bahwa di Ngawi telah berlangsung suatu aktifitas keagamaan sejak pemerintahan Airlangga dan rupanya masih tetap bertahan hingga masa akhir Pemerintahan Raja Majapahit. Fragmen-fragmen Percandian menunjukkan sifat kesiwaan yang erat hubungannya dengan pemujaan Gunung Lawu (Girindra), namun dalam perjalanan selanjutnya terjadi pergeseran oleh pengaruh masuknya Agama Islam serta kebudayaan yang dibawa Bangsa Eropa khususnya belanda yang cukup lama menguasai pemerintahan di Indonesia, disamping itu Ngawi sejak jaman prasejarah mempunyai peranan penting dalam lalu lintas (memiliki posisi Geostrategis yang sangat penting).

    Dari 44 desa penambangan yang mampu berkembang terus dan berhasil meningkatkan statusnya menjadi Kabupaten Ngawi sampai dengan sekarang.

    Penelitian terhadap peninggalan benda-benda kuno dan dokumen sejarah menunjukkan beberapa status Ngawi dalam perjalanan sejarahnya :

    1. Ngawi sebagai Daerah Swatantra dan Naditira pradesa, pada jaman Pemerintahan Raja Hayam Wuruk (Majapahit) tepatnya tanggal 7 Juli 1358 Masehi, (tersebut dalam Prasati Canggu yang berangka Tahun Saka 1280)

    2. Ngawi sebagai Daerah Narawita Sultan Yogyakarta dengan Palungguh Bupati – Wedono Monconegoro Wetan, tepatnya tanggal 10 Nopember 1828 M (tersebut dalam surat Piagam Sultan Hamengkubuwono V tertanggal 2 Jumadil awal 1756 AJ).

    3. Ngawi sebagai Onder-Regentschap yang dikepalai oleh Onder Regent (Bupati Anom) Raden Ngabehi Sumodigdo, tepatnya tertanggal 31 Agustus 1830 M.

    Nama Van Den Bosch berkaitan dengan nama ”Benteng Van Den Bosch Di Ngawi, yang dibangun pada Tahun 1839 – 1845 untuk menghadapi kelanjutan Perjuangan Perlawanan dan serangan rakyat terhadap penjajah, diantaranya di ngawi yang dipimpin oleh Wirotani, salah satu pengikut Pangeran Diponegoro. Hal ini dapat diketahui dari buku ”De Java Oorlog” karangan Pjf. Louw Jilid I Tahun 1894 dengan sebutan (menurut sebutan dari penjajah) : ”Tentang Pemberontakan Wirotani di Ngawi”. Bersamaan dengan ketetapan ngawi sebagai Onder – Regentschap telah ditetapkan pembentukan 8 regentschap atau Kabupaten dalam wilayah Ex. Karesidenan Madiun akan tetapi hanya 2 regentschap saja yang mampu bertahan dan berstatus sebagai Kabupaten yaitu Kabupaten Madiun dan Kabupaten Magetan. Adapun Ngawi yang berstatus sebagai Onder – Regentschap dinaikkan menjadi regentschap atau kabupaten, karena disamping letak geografisnya sangat menguntungkan juga memiliki potensi ynag cukup memadai.

    4. Ngawi sebagai regentschap yang dikepalai oleh Regent Atau Bupati Raden Adipati Kertonegoro pada tahun 1834 (Almanak Naam Den Gregoriaanschen Stijl, Vor Het Jaar Na De Geboorte Van Jezus Christus,1834 Halaman 31)

    Dari hasil penelitian tersebut di atas, apabila hari jadi ngawi ditetapkan pada saat berdirinya Onder – Regentschap pada tanggal 31 Agustus 1830 berarti akan memperingati berdirinya pemerintahan penjajahan di Ngawi, dan tidak mengakui kenyataan statusnya yang sudah ada sebelum masa penjajahan.

    Dari penelusuran 4 (empat) status Ngawi di atas, Prasati Canggu yang merupakan sumber data tertua, digunakan sebagai penetapan hari jadi ngawi, yaitu pada tahun 1280 Saka atau pada tanggal 8 hari Sabtu Legi Bulan Rajab Tahun 1280 Saka, tepatnya pada tanggal 7 Juli 1358 Masehi (berdasarkan perhitungan menurut Lc. Damais) dengan status ngawi sebagai Daerah Swatantra dan Naditira Pradesa.

    Sesuai dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ngawi dalam Surat Keputusannya Nomor 188.170/34/1986 tanggal 31 Desember 1986 tentang Persetujuan Terhadap Usulan Penetapan Hari Jadi Ngawi maka berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Ngawi Nomor 04 Tahun 1987 tanggal 14 Januari 1987, Tanggal 7 Juli 1358 Masehi Ditetapkan Sebagai ”Hari Jadi Ngawi”.

    Sekilas Tentang Kabupaten Ngawi

    sebuah wilayah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Ngawi. Kota kabupaten ini terletak di bagian barat Provinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah. Kata Ngawi berasal dari kata awi, bahasa sansekerta yang berarti bambu dan mendapat imbuhan kata ng sehingga menjadi Ngawi. Dulu Ngawi banyak terdapat pohon bambu.

    Emping Garut

    adalah makanan khas yang dikembangkan oleh warga masyarakat sekitar lereng Gunung Wilis, antara daerah Wungu dan Dagangan. Makanan ini dibuat dari garut (sejenis umbi-umbian) yang ditumbuk halus dan dikeringkan dan dibentuk menjadi bulatan-bulatan kecil yang setelah kering siap untuk digoreng. Citarasa emping ini gurih dan tidak mengandung kolesterol.
    Pada awalnya, emping garut dikembangkan oleh Bapak H. Djan'im Romli asal RT. 1 RW. 1 Desa/Kec. Dagangan, yang pada awalnya Garut hanya dibuat kripik dan pati (tepung) garut, pada awal tahun 1990-an dicoba untuk dibuat menjadi emping garut. Setelah itu, diperkenalkan kepada masyarakat sekitar Dagangan tentang proses pembuatan emping garut itu sendiri.
    Sampai saat ini, emping garut masih menjadi andalan industri rumah tangga di Ds./Kec. Dagangan, dengan jumlah produksi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Tetapi, produksi emping garut bukan tanpa adanya hambatan. Hambatan terbesar yang dihadapi pengrajin adalah kurangnya pasokan bahan baku garut. Hal ini dikarenakan masa panen garut yang hanya satu kali dalam setahun, yaitu antara bulan Mei sampai Oktober.
    Saat ini, Emping garut juga sudah merambah pasar luar kota, antara lain Kediri dan Malang. Dimana setiap bulannya, dari wilayah Ds./Kec. Dagangan sendiri memasok kurang lebih 1 sampai 2 ton Emping Garut ke dua kota tersebut.

    Madumongso

    adalah makanan ringan yang terbuat dari ketan hitam sebagai bahan dasarnya. Rasanya asam bercampur manis karena ketan hitam sebelumnya diolah dahulu menjadi tape (melalui proses fermentasi). Setelah jadi kemudian diolah lagi dengan menambahkan gula, santan dan beberapa buah nanas sebelum kemudian dimasak hingga menjadi seperti dodol/jenang. Madumongso biasanya dibungkus kertas minyak yang berwarna-warni.

    Brem

    adalah makanan yang berasal dari sari ketan yang dimasak dan dikeringkan, merupakan hasil dari fermentasi ketan hitam yang diambil sarinya saja yang kemudian diendapkan dalam waktu sekitar sehari semalam.

    Sensasi makanan ini muncul ketika makanan dimasukkan ke dalam mulut akan langsung mencair dan lenyap meninggalkan rasa 'semriwing' di lidah.

    Bentuk brem
    Dikenal beberapa bentuk brem yang dikenal di pasaran, berupa makanan dan minuman. Brem berupa makanan terkenal dari Madiun dan Wonogiri, sedangkan yang berupa cairan berasal dari pulau Bali dan Nusa Tenggara.

    Panganan
    Bentuk pertama yang lebih dulu dikenal adalah makanan tradisional khas yang berasal dari kota Caruban, Kabupaten Madiun, dan berasal dari dua desa penghasil: Bancong dan Kaliabu. Brem dikemas berbentuk lempengan agak kekuningan, rata-rata berukuran kurang lebih 15 cm x 5 cm x 0,5 cm. Untuk lebih memaksimalkan pemasarannya, brem kini dikemas dalam bentuk kecil kecil seukuran permen, sehingga mudah untuk dikantongi. Biasanya pada sekitar tahun 80-an, brem dalam bentuk ini dijual asongan oleh para pedagang di sekitar stasiun-stasiun di kereta api di daerah Jawa Timur.

    Pecel

    erbuat dari rebusan sayuran berupa bayam, tauge, kacang panjang, kemangi, daun turi, krai (sejenis mentimun) atau sayuran lainnya yang dihidangkan dengan disiram sambal pecel. Konsep hidangan pecel mirip dengan hidangan salad dari Eropa. Keduanya sama-sama menggunakan sayuran segar sebagai bahan utama dan menggunakan topping. Perbedaanya adalah, jika salad menggunakan mayonaise sebagai topping, maka pecel menggunakan sambel pecel. Bahan utama dari sambal pecel adalah kacang tanah dan cabe rawit yang dicampur dengan bahan lainnya seperti daun jeruk purut, bawang, asam jawa, merica dan garam. Pecel sering juga dihidangkan dengan rempeyek kacang, rempeyek udang atau lempeng beras. Selain itu pecel juga biasanya disajikan dengan nasi putih yang hangat ditambah daging ayam atau jerohan. Cara penyajian bisa dalam piring atau dalam daun yang dilipat yang disebut pincuk. Masakan ini mirip dengan gado-gado, walau ada perbedaan dalam bahan-bahan yang digunakan. Rasa pecel yang pedas menyengat menjadi ciri khas dari masakan ini.

    Makanan Khas Madiun

    * Pecel Madiun
    * Brem
    * Madumongso
    * Lempeng
    * Kue Satu
    * Emping Garut
    * Nasi Jotos

    Waduk Kedungbrubus

    terletak di sebelah utara kecamatan Pilangkenceng, yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bojonegoro. Waduk ini dibangun di lokasi sekitar dusun Kedungbrubus desa Bulu Kecamatan Pilangkenceng, dimana saat akan dilaksanakan pembangunan fisik waduk, warga Dusun Kedungbrubus dipindahkan ke Dusun Kedungkelis yang juga termasuk dalam wilayah Desa Bulu. Waduk ini membendung aliran sungai Kedungbrubus yang mempunyai debit air yang melimpah di musim penghujan. Waduk Kedungbrubus telah diresmikan secara resmi oleh Menteri PU Djoko Kirmanto, Gubernur Jawa Timur Imam Utomo dan Bupati Madiun Djunaedi Mahendra pada Bulan Juni 2008. Saat ini Waduk Kedungbrubus mulai difungsikan secara maksimal baik sebagai sarana irigasi, lokasi wisata yang memikat. Akses jalan menuju Waduk Kedungbrubus sudah cukup baik, dan dapat ditempuh melalui jalur sama melewati Waduk Notopuro. Pengunjung akan disuguhi pemandangan hutan jati yang khas sepanjang 4 km sebelum memasuki areal Waduk Kedungbrubus. Tiap hari tempat ini menjadi sasaran wajib bagi para Pemancing,terlebih pada malam atau hari libur. Pengunjung juga dapat menikmati ikan bakar/goreng segar yang disediakan oleh Pihak Pengelola langsung dari karamba. Nikmati keindahan lereng pegunungan kendeng,dipadu dengan hutan jati yang masih rindang dan keramah tamahan warga sekitar.

    Waduk Notopuro

    Waduk Notopuro terletak di Desa Duren, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun, tepatnya di Dusun Notopuro. Waduk ini bersifat waduk tadah hujan yang menampung air dari resapan-resapan di sekitar hutan lereng Gunung Pandan. Waduk Notopuro memiliki panorama yang memikat, khususnya ketika matahari terbit dari ufuk timur. Selain sebagai sarana irigasi, budidaya ikan rakyat, waduk ini juga banyak digunakan sebagai wahana rekreasi keluarga dan remaja. Dari arah Kota Caruban, waduk Notopuro berjarak ± 15 km kearah utara melewati Kantor Kecamatan Pilangkenceng. Saat ini akses jalan menuju Waduk Notopuro sudah bagus dengan kondisi jalan aspal hotmix dan terhubung langsung dengan jalan menuju Waduk Kedungbrubus, sehingga menikmati wisata ke Waduk Notopuro, bisa diteruskan menikmati indahnya panorama Waduk Kedungbrubus sambil melewati rindangnya hutan jati.

     
    Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes